Senin, 12 Maret 2012

apa kabar UN jujur 2012


Siapa Berani UN Jujur?
Oleh: A. Musta’in

Unas jujur mulai dipertbincangkan kembali menjelang UNAS 2012. Para kepala pemerintahan  kabupaten juga tak kalah semangatnya mendeklarasikan UN jujur ini, di kabupaten Tuban misalnya , 8 Maret 2012 perwakilan kepala sekolah, guru, komite dan siswa serta semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan UN diundang bupati untuk komitmen melaksaanakan UN jujur .
Semua orang dari mana asalnya bahkan dari agama apa   mereka anut,  sepakat  jujur adalah sifat yang sangat terpuji, bukan hanya dari kalangan orang-orang yang baik, penjahat pun setuju jika jujur adalah perbuatan mulia, sebab dari kejujuran nilai-nilai kemanusiaan akan dihormati. Namun persoalnnya kejujuran  hanya mudah diucapkan  tidak untuk dijalankan, terbukti  selama ini kita kesulitan mencari orang-orang yang mau jujur.  Di antara kita lebih aman berlindung di balik kebohongan daripada  kejujuran, terlebih jika dari kecurangan  dapat dipetik keuntungan. Seorang teman berkelakar ,  andai Indonesia ini banyak orang jujur  tentu penjara tidak akan muat menampung mereka.
Unas jujur merupakan dambaan kita bersama, konsep yang sangat bagus ini butuh dukungan semua komponen, untuk merangsang nilai-nilai kejujuran dimaksud Radar Bojonegoro tampaknya  turut ambil bagian menggelar try out kejujuran Unas 2012.  Try out yang dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2012 untuk tingkat SMA/MA, tanggal 12 Maret 2012 untuk SMP/MTs, dan tanggal 19 Maret 2012 untuk tingkat SD/MI ini  tampaknya sangat unik . Di samping pelaksanaannya tidak ada pengawasnya,  try out ini dapat dilaksanakan di mana saja peserta mau (Radar Bojonegoro,  6/3). Hal demikian tentu tidak seperti pelaksanaan try out di sekolah yang selama ini kita saksikan . Try out ala Radar Bojonegoro ini  tampaknya mempercayakan pada malaikat Rokib dan Atid sebagai malaikat pencatat amal manusia untuk menilai kejujuran anak. Terlepas dari validitas hasil try out yang diperoleh,  penanaman nilai-nilai karakter kejujuran yang ingin dibangun Radar Bojonegoro perlu mendapat apresiasi positif.

Melihat peminat Try out  kejujuran UNAS 2012 yang begitu banyak tampaknya menjadi kebanggaan  bersama artinya  ada itikad berbuat jujur  baik oleh siswa maupun sekolah peserta try out itu sendiri. Bila ini berhasil tentunya akan dapat meminimalisir pandangan negatif terhadap penyelenggaraan UN yang selama ini disinyalir sering terjadi kecurangan dalam proses pelaksanaannya . Sebagai masyarakat pencinta kejujuran,  antusias sekolah mengikutkan peserta didiknya mengikuti tryout  jujur perlu kita dukung semoga ini menjadi awal tradisi positif untuk mengubah stigma negatif  saat ujian UN berlangsung.
Tiga tahun terakhir ini UN jujur telah digulirkan. Namun demikian,  curang masih menjadi berita utama  surat kabar sepanjang  pelaksanaan UN. Tampaknya, kejujuran sudah menjadi sesuatu yang mahal dan langka terlebih jika dengan berbuat curang akan meraih  keuntungan tersebut. Tahun lalu betapa guru SD di Surabaya telah mengajari  siswanya untuk berlaku curang dengan cara memaksa siswa yang pandai menunjukkan jawaban kepada teman-temannya. Bahkan yang  tak kalah hebohnya seorang kepala SMP swasta di Bojonegoro  telah melakukan perjokian dengan cara memasukkan enam anak yang bukan muridnya untuk mengikuti UN mengganti siswanya  yang tidak dapat mengikuti UN. Tampaknya kecurangan tidak hanya dilakukan oleh siswa , tetapi juga level penyelenggara. UN jujur yang dicanangkan pemerintah masih ditanggapi dingin oleh sebagian sekolah .
Mengapa demikian? Jawabannya  sederhana, Siapa tega melihat siswa tidak lulus ? Bagaimana masa depan sekolah nanti jika banyak siswa yang gagal? Bagaimana penilaian atasan jika siswanya banyak yang tidak berhasil? Dan masih banyak jawaban sederhana lainnya untuk pembenar diri. Inilah sebenarnya  kalimat retoris yang menjadi paradoks di tengah masyarakat, di satu sisi ingin mengajari dan menegakkan kejujuran, tetapi di sisi lain tidak tega melihat siswanya  berurai air mata,  masa depan sekolah terancam kekurangan siswa, dan  pimpinan memarahinya. Hal lain kecurangan dilakukan ditengarahi sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidaksetujuan sekolah terhadap pelaksanaan UN.
Diakui atau tidak melihat hasil try out sekolah baik soal dibuat oleh sekolah maupun   Dispora atau Kemenag Wilayah Jatim hasilnya masih kurang menggembirakan.  Melihat fenomena demikian  apa yang harus dilakukan, menyalahkan siswakah? Menyalahkan  guru? Atau menyalahkan siapa?  Menyalahkan bukanlah sikap bijak, justru akan menambah masalah baru, tetapi harus bagaimana? Guru sebagai gerbang terdepan pendidikan pasti akan berkata  bahwa mereka sudah mengajar dengan maksimal, siswa juga demikian, tetapi hasilnya sudah mentok.
                                                                                  
Butuh   Kearifan Pemerintah

Selama ini pelaksanaan UN selalu mendapat pengawalan berlapis yang ketat. Naskah diantar kepolisian, tiap ruang terdapat dua pengawas silang dari sekolah tertentu, belum lagi pengawas rayon, tim independent dari perguruan tinggi tertentu, kesimpulannya ketat…dan ketat.
Ada hal yang perlu  disikapi dari fenomena di atas, selama ini pemerintah hanya memberi dua pilihan pada siswa saat mengikuti UN, kata lulus dan gagal, sebuah pilihan yang terkesan menghakimi dan memaksakan, sementara kemampuan individu tidaklah dapat disamaratakan. akibatnya muncul sikap yang  keluar dari nilai-nilai kejujuran, kecurangan ini oleh sebagian siswa yang berkemampuan rendah dilakukan karena tidak ada pilihan lain kecuali berbuat demikian. Pilihan  pemerintah untuk mengikuti paket A, B, C bagi yang tidak lulus sebenarnya sudah merupakan solusi ,hanya   solusi ini dinilai kurang membanggakan. Meski pemerintah meyakinkan bahwa ijazah paket A,B,C setara dengan ijazah sekolah regular tetapi siswa tetap merasa tidak bisa nyaman. Dengan begitu sebenarnmya kearifan  juga harus datang dari pemerintah, adakah cara lain yang lebih menghargai atas kemampuan masing-masing individu daripada harus  memaksakan.
Tidak bermaksud menyederhanakan permasalahan  dalam UN, Jika pemerintah  lebih cermat selama ini  peluang curang juga bisa berasal dari pemerintah, soal-soal yang diujikan   memberi peluang  siswa untuk menyontek, butir-butir soal yang diujikan meski terkesan berbeda paket, redaksional soal masih banyak yang sama  hanya nomor soal  saja yang  diacak, bahkan posisi pilihan jawaban a, b, c, d, e- nya juga tidak berubah. Ini yang menjadi salah satu pintu kecurangan itu terjadi, termasuk para joki dengan cepat mengerjakan soal lima paket tersebut. Jika pemerintah ingin benar-benar menguji  kemampuan siswa, dalam hal ini  dapat membuat soal yang benar-benar berbeda dalam tiap  ruang. Namun  harus ada kompensasi bahwa siswa dijamin lulus semua yang membedakan nanti hanyalah ijazahnya.
Kecurangan muncul di antranya karena adanya peluang untuk berbuat curang, pemerintah sebenarnya dapat meminimalisir kecurangan tersebut dengan cara membatasi gerak  mereka. Dengan soal pilihan yang hanya lima paket yakni paket 12, 25, 39, 46, dan 54 sebenarnya sangat memungkinkan terjadi  pintu kecurangan tersebut. Namun akan sangat berbeda jika soal dalam satu ruang misalnya, dibuat benar-benar berbeda, dua puluh paket soal yang diujikan siswa benar-benar berbeda, di samping mereka  akan tidak ada peluang untuk  mencari jawaban ke teman dalam satu ruang, joki juga akan kerepoten harus  mengerjakan soal yang relatif  banyak. Pengawas juga dapat diminimalisir karena  kemungkinan peserta UN akan menyontek teman satu ruangan dengan sendirinya dapat diminimalisir karena peserta sibuk mengerjakan soal untuk dirinya masing-masing. hingga akhirnya akan diperoleh nilai yang benar-benar murni dan alami.  Dalam hal ini pengawas independent  barangkali juga dapat diminimalisir kuantitasnya. Selanjutnya biaya pengawasan dapat digunakan untuk subsidi lainnya. 
Pemerintah,  dapat membuat kebijakan berupa UU atau permendiknas yang bukan hanya  sekedar mengatur  strategi dan materi UN, tetapi juga teknis yang memberi peluang kepada siswa untuk memilih,  menentukan jalan hidupnya mendapatkan nilai sesuai kemampuannya. Sebagaimana  pemerintah telah melakukan akreditasi sekolah yang masing-masing diberi penilaian sesuai dengan kemampuannya , ada yang mendapat akreditasi A, B maupun C. Demikian juga siswa peserta UN, diberi penghargaan sesuai kemampuannya, nanti yang membedakan adalah ijazah yang dimiliki. Siswa yang memperoleh nilai memuaskan akan mendapat  ijazah/sertifikat berkualifikasi A,  yang sedang mendapat B, dan begitu seterusnya. Bukankah tujuan pemerintah menyelenggarakan UN ingin mengetahui kualitas pendidikan  mayarakat Indonesia dengan seakurat mungkin tanpa ada rekayasa ? Selanjutnya memetakan untuk mendapatkan perhatian? Dengan  banyaknya pilihan kreteria lulus dan tidak adanya paksaan untuk lulus akan   memunculkan  hasil UN yang diharapkan valid karena proses UN yang berjalan alami tanpa paksaan.


Perbedaan UN 2011 dan UN 2012

Mencermati permendiknas nomor 59 tahun 2011 tentang kreteria  kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah dan ujian nasional. Peraturan BSNP nomor 0011/P/BSNP/XII 2011 tentang prosedur operasi standar ujian nasional sekolah menengah pertama, sekolah menengah pertama luar biasa, sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah atas luar biasa dan sekolah kejuruan tahun pelajaran 20011/2012, serta peraturan BSNP nomor 013/P/BSNP/XII/2011 tentang kisi-kisi ujian Nasional untuk satuan pendidikan dasar dan menengah tahun pelajaran 2011/2012. Sangat mungkin materi UN 2012 ini akan berbeda dengan UN tahun lalu
Tampaknya terdapat perbedaan  materi pada UN 2012 tahun ini dengan tahun 2011.  Pada UN tahun ini  tidak ada lagi istilah Standar Kompetensi  Lulusan (SKL) . Istilah tersebut diganti  menjadi kisi-kisi UN.
 Pada SKL UN 20011 materi soal berupa irisan dari  tiga kurikulum yaitu kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan  standar isi 2006. Sedangkan kisi-kisi UN 2012 ini lebih berdasar pada SK  dan KD  dalam standar isi 2006.
Perbedaan tersebut  tentu dapat menyebabkan meteri yang diujikan pada UN tahun 2012 nantinya akan berbeda  dengan UN 2011. Terlepas apakah nantinya  soal lebih mudah  atau bahkan lebih  sulit untuk dikerjakan siswa. Sikap percaya diri dan nilai-nilai kejujuran harus tetap  ditanamkan pada diri siswa sebagai subjek pendidikan, tetapi yang paling  utama adalah  kembali pada diri masing-masing. Wallahu a’lam

1 komentar: