Siapa Berani UN
Jujur?
Oleh:
A. Musta’in
Unas
jujur mulai dipertbincangkan kembali menjelang UNAS 2012. Para kepala
pemerintahan kabupaten juga tak kalah
semangatnya mendeklarasikan UN jujur ini, di kabupaten Tuban misalnya , 8 Maret
2012 perwakilan kepala sekolah, guru, komite dan siswa serta semua lembaga yang
terlibat dalam pelaksanaan UN diundang bupati untuk komitmen melaksaanakan UN
jujur .
Semua orang
dari mana asalnya bahkan dari agama apa
mereka anut, sepakat jujur adalah sifat yang sangat terpuji, bukan
hanya dari kalangan orang-orang yang baik, penjahat pun setuju jika jujur
adalah perbuatan mulia, sebab dari kejujuran nilai-nilai kemanusiaan akan
dihormati. Namun persoalnnya kejujuran
hanya mudah diucapkan tidak untuk
dijalankan, terbukti selama ini kita
kesulitan mencari orang-orang yang mau jujur.
Di antara kita lebih aman berlindung di balik kebohongan daripada kejujuran, terlebih jika dari kecurangan dapat dipetik keuntungan. Seorang teman
berkelakar , andai Indonesia ini banyak
orang jujur tentu penjara tidak akan
muat menampung mereka.
Unas jujur
merupakan dambaan kita bersama, konsep yang sangat bagus ini butuh dukungan
semua komponen, untuk merangsang nilai-nilai kejujuran dimaksud Radar
Bojonegoro tampaknya turut ambil bagian menggelar
try out kejujuran Unas 2012. Try out
yang dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2012 untuk tingkat SMA/MA, tanggal 12 Maret
2012 untuk SMP/MTs, dan tanggal 19 Maret 2012 untuk tingkat SD/MI ini tampaknya sangat unik . Di samping
pelaksanaannya tidak ada pengawasnya,
try out ini dapat dilaksanakan di mana saja peserta mau (Radar
Bojonegoro, 6/3). Hal demikian tentu
tidak seperti pelaksanaan try out di sekolah yang selama ini kita saksikan .
Try out ala Radar Bojonegoro ini tampaknya
mempercayakan pada malaikat Rokib dan Atid sebagai malaikat pencatat amal
manusia untuk menilai kejujuran anak. Terlepas dari validitas hasil try out
yang diperoleh, penanaman nilai-nilai
karakter kejujuran yang ingin dibangun Radar Bojonegoro perlu mendapat
apresiasi positif.
Melihat
peminat Try out kejujuran UNAS 2012 yang
begitu banyak tampaknya menjadi kebanggaan
bersama artinya ada itikad
berbuat jujur baik oleh siswa maupun
sekolah peserta try out itu sendiri. Bila ini berhasil tentunya akan dapat
meminimalisir pandangan negatif terhadap penyelenggaraan UN yang selama ini
disinyalir sering terjadi kecurangan dalam proses pelaksanaannya . Sebagai masyarakat
pencinta kejujuran, antusias sekolah mengikutkan
peserta didiknya mengikuti tryout jujur
perlu kita dukung semoga ini menjadi awal tradisi positif untuk mengubah stigma
negatif saat ujian UN berlangsung.
Tiga tahun
terakhir ini UN jujur telah digulirkan. Namun demikian, curang
masih menjadi berita utama surat kabar
sepanjang pelaksanaan UN. Tampaknya,
kejujuran sudah menjadi sesuatu yang mahal dan langka terlebih jika dengan
berbuat curang akan meraih keuntungan tersebut.
Tahun lalu betapa guru SD di Surabaya telah mengajari siswanya untuk berlaku curang dengan cara memaksa
siswa yang pandai menunjukkan jawaban kepada teman-temannya. Bahkan yang tak kalah hebohnya seorang kepala SMP swasta di
Bojonegoro telah melakukan perjokian
dengan cara memasukkan enam anak yang bukan muridnya untuk mengikuti UN
mengganti siswanya yang tidak dapat
mengikuti UN. Tampaknya kecurangan tidak hanya dilakukan oleh siswa , tetapi
juga level penyelenggara. UN jujur yang dicanangkan pemerintah masih ditanggapi
dingin oleh sebagian sekolah .
Mengapa
demikian? Jawabannya sederhana, Siapa
tega melihat siswa tidak lulus ? Bagaimana masa depan sekolah nanti jika banyak
siswa yang gagal? Bagaimana penilaian atasan jika siswanya banyak yang tidak berhasil?
Dan masih banyak jawaban sederhana lainnya untuk pembenar diri. Inilah
sebenarnya kalimat retoris yang menjadi
paradoks di tengah masyarakat, di satu sisi ingin mengajari dan menegakkan
kejujuran, tetapi di sisi lain tidak tega melihat siswanya berurai air mata, masa depan sekolah terancam kekurangan siswa,
dan pimpinan memarahinya. Hal lain
kecurangan dilakukan ditengarahi sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidaksetujuan
sekolah terhadap pelaksanaan UN.
Diakui atau
tidak melihat hasil try out sekolah baik soal dibuat oleh sekolah maupun Dispora atau Kemenag Wilayah Jatim hasilnya masih
kurang menggembirakan. Melihat fenomena
demikian apa yang harus dilakukan,
menyalahkan siswakah? Menyalahkan guru?
Atau menyalahkan siapa? Menyalahkan
bukanlah sikap bijak, justru akan menambah masalah baru, tetapi harus bagaimana?
Guru sebagai gerbang terdepan pendidikan pasti akan berkata bahwa mereka sudah mengajar dengan maksimal,
siswa juga demikian, tetapi hasilnya sudah mentok.
Butuh
Kearifan Pemerintah
Selama ini
pelaksanaan UN selalu mendapat pengawalan berlapis yang ketat. Naskah diantar
kepolisian, tiap ruang terdapat dua pengawas silang dari sekolah tertentu,
belum lagi pengawas rayon, tim independent dari perguruan tinggi tertentu,
kesimpulannya ketat…dan ketat.
Ada hal yang
perlu disikapi dari fenomena di atas,
selama ini pemerintah hanya memberi dua pilihan pada siswa saat mengikuti UN,
kata lulus dan gagal, sebuah pilihan yang terkesan menghakimi dan memaksakan,
sementara kemampuan individu tidaklah dapat disamaratakan. akibatnya muncul
sikap yang keluar dari nilai-nilai
kejujuran, kecurangan ini oleh sebagian siswa yang berkemampuan rendah
dilakukan karena tidak ada pilihan lain kecuali berbuat demikian. Pilihan pemerintah untuk mengikuti paket A, B, C bagi
yang tidak lulus sebenarnya sudah merupakan solusi ,hanya solusi ini dinilai kurang membanggakan. Meski
pemerintah meyakinkan bahwa ijazah paket A,B,C setara dengan ijazah sekolah regular
tetapi siswa tetap merasa tidak bisa nyaman. Dengan begitu sebenarnmya
kearifan juga harus datang dari
pemerintah, adakah cara lain yang lebih menghargai atas kemampuan masing-masing
individu daripada harus memaksakan.
Tidak
bermaksud menyederhanakan permasalahan
dalam UN, Jika pemerintah lebih
cermat selama ini peluang curang juga bisa
berasal dari pemerintah, soal-soal yang diujikan memberi peluang siswa untuk menyontek, butir-butir soal yang
diujikan meski terkesan berbeda paket, redaksional soal masih banyak yang sama hanya nomor soal saja yang
diacak, bahkan posisi pilihan jawaban a, b, c, d, e- nya juga tidak berubah.
Ini yang menjadi salah satu pintu kecurangan itu terjadi, termasuk para joki
dengan cepat mengerjakan soal lima paket tersebut. Jika pemerintah ingin
benar-benar menguji kemampuan siswa,
dalam hal ini dapat membuat soal yang
benar-benar berbeda dalam tiap ruang.
Namun harus ada kompensasi bahwa siswa
dijamin lulus semua yang membedakan nanti hanyalah ijazahnya.
Kecurangan
muncul di antranya karena adanya peluang untuk berbuat curang, pemerintah
sebenarnya dapat meminimalisir kecurangan tersebut dengan cara membatasi
gerak mereka. Dengan soal pilihan yang
hanya lima paket yakni paket 12, 25, 39, 46, dan 54 sebenarnya sangat
memungkinkan terjadi pintu kecurangan tersebut.
Namun akan sangat berbeda jika soal dalam satu ruang misalnya, dibuat
benar-benar berbeda, dua puluh paket soal yang diujikan siswa benar-benar
berbeda, di samping mereka akan tidak
ada peluang untuk mencari jawaban ke
teman dalam satu ruang, joki juga akan kerepoten
harus mengerjakan soal yang relatif banyak. Pengawas juga dapat diminimalisir
karena kemungkinan peserta UN akan menyontek
teman satu ruangan dengan sendirinya dapat diminimalisir karena peserta sibuk
mengerjakan soal untuk dirinya masing-masing. hingga akhirnya akan diperoleh
nilai yang benar-benar murni dan alami.
Dalam hal ini pengawas independent barangkali juga dapat diminimalisir
kuantitasnya. Selanjutnya biaya pengawasan dapat digunakan untuk subsidi lainnya.
Pemerintah, dapat membuat kebijakan berupa UU atau
permendiknas yang bukan hanya sekedar mengatur strategi dan materi UN, tetapi juga teknis
yang memberi peluang kepada siswa untuk memilih, menentukan jalan hidupnya mendapatkan nilai sesuai
kemampuannya. Sebagaimana pemerintah telah
melakukan akreditasi sekolah yang masing-masing diberi penilaian sesuai dengan
kemampuannya , ada yang mendapat akreditasi A, B maupun C. Demikian juga siswa peserta
UN, diberi penghargaan sesuai kemampuannya, nanti yang membedakan adalah ijazah
yang dimiliki. Siswa yang memperoleh nilai memuaskan akan mendapat ijazah/sertifikat berkualifikasi A, yang sedang mendapat B, dan begitu seterusnya.
Bukankah tujuan pemerintah menyelenggarakan UN ingin mengetahui kualitas
pendidikan mayarakat Indonesia dengan
seakurat mungkin tanpa ada rekayasa ? Selanjutnya memetakan untuk mendapatkan
perhatian? Dengan banyaknya pilihan
kreteria lulus dan tidak adanya paksaan untuk lulus akan memunculkan
hasil UN yang diharapkan valid karena proses UN yang berjalan alami
tanpa paksaan.
Perbedaan UN 2011 dan UN 2012
Mencermati
permendiknas nomor 59 tahun 2011 tentang kreteria kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan dan penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah dan ujian nasional.
Peraturan BSNP nomor 0011/P/BSNP/XII 2011 tentang prosedur operasi standar
ujian nasional sekolah menengah pertama, sekolah menengah pertama luar biasa,
sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah atas luar biasa dan
sekolah kejuruan tahun pelajaran 20011/2012, serta peraturan BSNP nomor 013/P/BSNP/XII/2011
tentang kisi-kisi ujian Nasional untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
tahun pelajaran 2011/2012. Sangat mungkin materi UN 2012 ini akan berbeda
dengan UN tahun lalu
Tampaknya
terdapat perbedaan materi pada UN 2012
tahun ini dengan tahun 2011. Pada UN
tahun ini tidak ada lagi istilah Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) . Istilah
tersebut diganti menjadi kisi-kisi UN.
Pada SKL UN 20011 materi soal berupa irisan
dari tiga kurikulum yaitu kurikulum 1994,
kurikulum 2004, dan standar isi 2006. Sedangkan
kisi-kisi UN 2012 ini lebih berdasar pada SK
dan KD dalam standar isi 2006.
Perbedaan
tersebut tentu dapat menyebabkan meteri
yang diujikan pada UN tahun 2012 nantinya akan berbeda dengan UN 2011. Terlepas apakah nantinya soal lebih mudah atau bahkan lebih sulit untuk dikerjakan siswa. Sikap percaya diri
dan nilai-nilai kejujuran harus tetap
ditanamkan pada diri siswa sebagai subjek pendidikan, tetapi yang paling
utama adalah kembali pada diri masing-masing. Wallahu a’lam
mantap
BalasHapus